“Selamat ulang tahun ya sayang”, Dea mengecup pipi Salman yang masih tertidur lelap.
“Hm....... makasih ya”, dengan agak malas laki-laki itu membuka sedikit matanya. Tangannya merangkul pinggang Dea.
“Bangun dong, ini kan hari ulang tahunmu. Sambut pagi dengan gembira. Anak-anak sudah menunggumu tuh untuk mengucapkan selamat ulang tahun padamu”
“Iya, sebentar lagi. Jam berapa sih sekarang?”
“Sudah hampir jam enam lho. Waktu shalat subuh hampir habis dan sebentar lagi waktu sarapan tiba. Lebih bagus kan kalau mereka mengucapkan selamat ulang tahunnya sebelum mereka berangkat sekolah”
“Iya, iya sayang. Aku bangun nih”. Salman membetulkan sarungnya dan bangkit menuju kamar mandi untuk mengambil wudlu lalu shalat subuh. Setelah itu dia menghirup kopi yang sudah disediakan Dea.
“Pagi pa, selamat ulang tahun ya”, Vivi putri bungsunya menyongsongnya dengan rangkulan dan ciuman.
“Terimakasih sayang”.
“Selamat ulang tahun ya pa. Semoga panjang umur, sehat selalu dan tetap sayang sama kita semua”, Gana si sulung menyambung.
“Terimakasih. Do’a anak shaleh pasti didengar Allah”.
“Sori pa, pagi ini kita nggak sempat sarapan bareng, Gana ada janji sama dosen. Vivi katanya mau bareng aku aja tuh.
“Oh gitu, jadi Vivi gak berangkat bareng papa nih”
“Nggak pa, Vivi juga ada acara pagi ini, jadi harus sampai sekolah lebih pagi”
“Ya ....., papa berangka sendirian dong”
“Ih....papa kayak anak kecil aja deh, Vivi janji besok Vivi berangka bareng papa”, gadis ABG itu lalu mengecup pipi papanya.
“Sekarang kita berangkat dulu ya pa. Da.... mama, assalamu’alaikum”
“Wa’alaikum salam, hati-hati ya di jalan”
Rutinitas pagi yang tak pernah mereka abaikan. Sejak Gana dan Vivi masih kecil hingga sekarang mereka sudah menjadi dewasa upacara pelepasan di pagi hari itu tak pernah terlewati. Itulah saat-saat yang membahagiakan di mana Dea bisa merasakan kehangatan dan kebahagiaan keluarganya tetap utuh.
Mas, sore nanti nggak ada acara kan?”
“Nggak ada, memangnya kenapa?”
“Ya berarti kan pulangnya nggak malam”.
“Memangnya kalau pulang malam kenapa sih. Sudah tua masih saja dicurigai”, Salman sedikit menggoda.
“Ya hari ini kan mas ulang tahun, siapa tahu mas membuat acara sama teman-teman tanpa sepengetahuanku”.
“Sejak kapan sih ulang tahunku dipestakan. Paling orang-orang di kantor juga nggak ada yang ingat kalau hari ini aku ulang tahun”.
“Ya udah deh nanti malam aku masakin makanan istimewa buat mas”
“Setiap hari kan masakanmu selalu istimewa mama sayang”
“Kalau begitu hari ini akan lebih istimewa dari biasanya”.
“Wah kelihatannya bakal seru nih. Ya udah, nanti aku bakal pulang cepat deh. Sekarang aku mau mandi dulu ya, setelah itu baru kita sarapan”
“Tumben mandi dulu baru sarapan”
“Memperbaiki perilaku lah, umur kan udah bertambah lagi”
“Ih...baru sadar tuh”, Dea menimpali suaminya yang terkekeh-kekeh.
Dipandanginya punggung Salman yang berjalan menuju kamar mandi dengan senyum penuh arti. Dea bertekat untuk membuat perayaan sederhana di hari ulang tahun suaminya. Harus dan tidak bisa tidak. Apapun yang menjadi penghalangnya, berapapun biayanya, pesta ini harus diadakan. Dea ingin sekali menyenangkan hati suaminya dengan memberinya sebuah kejutan. Sudah jauh-jauh hari sebenarnya Dea merencanakan ini semua. Jarang sekali dia dan suaminya merayakan hari ulang tahun mereka. Paling-paling pergi makan ke sebuah restaurant bersama anak-anak. Jadi nggak ada salahnya kan kalau ulang tahun kali ini dirayakan. Dea ingin menunjukkan kepada suaminya bahwa cinta dan perhatiannya tidak pernah berkurang meski zaman telah berubah dan rambut di kepala telah memutih. Gana dan Vivi juga mendukung rencananya itu. Karena itu begitu suaminya berangkat ke kantor Dea mulai menyusun rencananya. Mula-mula dia menelpon pak Widi salah satu tetangganya yang juga teman nongkrong suaminya. Kepada pak Widi Dea menyatakan rencananya dan meminta pak Widi untuk menghubungi tetangga-tetangga yang lain agar nanti malam berkumpul di rumah dan tetap merahasiakan rencananya itu dari suaminya. Alhamdulillah pak Widi bisa diajak kerjasama. Setelah itu Dea mulai menyusun menu makanan apa yang nanti malam bakal disajikan untuk menyambut tamu-tamu yang datang termasuk menelpon toko roti langganannya untuk memesan kue tart.
Lewat tengah hari, Dea merasa agak gugup. Dia takut jika rencananya nanti tidak berjalan seperti yang dia inginkan. Karena itu berulang-ulang dia memeriksa persiapan-persiapan yang sudah dia lakukan. Mulai dari makanan pembuka dan makanan penutup semuanya sudah tersedia. Beberapa di antaranya sengaja belum dimasak. Dia akan memasaknya nanti agak sorean biar ketika disajikan maasih dalam keadaan hangat dan segar. Memang tidak begitu repot. Karena pesta yang diadakan hanyalah pesta sederhana saja. Kata pak Widi yang datangpun paling sekitar lima belasan orang saja. Hanya terdiri dari bapak-bapak yang biasa nongkrong di pos setiap malam minggu atau yang biasa mereka sebut sebagai anggota gank.
“Sip lah, sepertinya semuanya sudah oke. Kalau cuma untuk lima belasan orang, makanan ini sudah cukup. Tinggal kue tartnya saja yang belum. Nanti setelah ashar aku akan pergi untuk mengambilnya”
Pukul enam, persiapan sudah beres. Semua makanan sudah tertata rapi di meja, lilin sudah terpasang di atas kue tart. Ruangan sudah diberi hiasan secukupnya. Kondisinya semakin diuntungkan karena ternyata tadi Salman telpon kalau dia akan pulang agak telat. Itu artinya tamu-tamunya bakal datang lebih dulu dari Salman. Mereka akan berkumpul di dalam rumah, lampu dipadamkan, seolah-olah tidak ada orang di rumah dan ketika Salman datang lalu membuka pintu mereka akan mengejutkannya dengan teriakan selamat ulang tahun. Pasti seru.
“Sempurna”, Dea tersenyum senang sambil membayangkan apa yang nanti malam bakal terjadi. “Salman akan benar-benar terkejut dan merasa senang dengan semua yang aku lakukan untuknya di hari ulang tahunnya kali ini”.
Lepas maghrib tamu yang ditunggu mulai berdatangan. Tapi ya Tuhan, mau bikin kejutan malah sekarang Dea yang dibuat terkejut duluan karena ternyata tamu yang datang bukan cuma bapak-bapak saja tetapi mereka datang bersama istri-istri mereka dan beberapa dari mereka bahkan membawa serta anak-anak mereka. Benar-benar di luar perkiraannya. “Ya Allah, gimana ini, makanan ini pasti nggak bakal cukup untuk tamu sebanyak ini”, Dea jadi gugup dan gelisah. Dia segera meminta Gana dan Vivi untuk membeli makanan jadi di restaurant. Untung di sekitar perumahan banyak rumah makan dan supermarket-supermarket kecil. Dalam waktu setengah jam saja Gana dan Vivi sudah berhasil membawa pulang makanan tambahan. Dea bisa bernafas lega sekarang. Dia kemudian menghampiri pak Widi untuk mengkoordinasikan acara penyambutan Salman yang sebentar lagi pasti bakal sampai di rumah. Gana yang diberi tugas untuk menghubungi papanya melaporkan bahwa papanya sudah dekat. Semua yang hadir bersiap-siap untuk menyambut kedatangan salman. Anak-anak diminta untuk tidak bersuara. Lampu sudah dipadamkan. Ruangan benar-benar gelap dan sunyi. Sesaat kemudian suara mobil Salman telah memasuki halaman rumah. Laki-laki itu heran melihat rumahnya yang gelap. “Pada kemana nih orang-orang, kok pergi nggak ngasih tahu ya”, hati Salman bertanya-tanya. Dia mencoba menelpon ke dalam rumah namun tidak ada yang mengangkat. Dia bergegas membuka pintu rumah dan begitu pintu terbuka “selamat ulang tahun”, serempak orang-orang yang sejak tadi berada di dalam rumah menyambutnya. Ruangan kembali terang. Rencana Dea memberi kejutan pada suaminya berhasil. Salman benar-benar terkejut. Sampai-sampai dia nggak bisa berkata-kata ketika satu persatu teman-temannya menghampirinya untuk menyalaminya. Bola matanya berpendar mencari-cari istrinya. Dea yang berdiri di sudut ruangan menganggukkan kepala sambil tersenyum senang. Baru setelah itu Salman bisa menguasai dirinya. Dia membaur bersama tamu-tamunya. Acara bertambah meriah ketika kue tart dengan lilin menyala di atasnya di bawa Vivi ke tengah-tengah ruangan. Ruangan itu bergema nyanyian tiup lilin. Dengan didampingi istri dan anak-anaknya Salman meniup lilin ulang tahunnya. Setelah itu acara dilanjutkan dengan makan-makan. Dea merasa sangat puas karena telah berhasil membuat Salman senang di hari ulang tahunnya kali ini. Bahkan pesta yang tadinya dirancang secara sederhana ternyata menjadi pesta yang sangat meriah. Dea telah berhasil menunjukkan rasa cintanya yang begitu besar untuk Salman, laki-laki yang hampir dua puluh tahun telah menjadi pendamping hidupnya, mengasihinya dan mencintainya. Tentu tidak berlebihan jika Dea ingin menyegarkan kembali cinta mereka hari ini.
Hingga pukul sebelas malam masih banyak tamu-tamu yang belum pulang terutama bapak-bapak yang mengaku anggota gank. Seperti biasa, mereka selalu punya bahan untuk dijadikan bahan begadang. Ngobrol dan berkaraoke, ditemani kopi dan makanan kecil. Terkadang diselingi dengan tertawa, saling meledek dan mengejek. Dasar bapak-bapak, ngggak mau kalah sama yang muda-muda. Mereka tidak perduli meski besok harus pergi bekerja. Menunggu mereka bubar sih sama saja cari penyakit, pikir Dea. Seharian ini dia begitu lelah. Matanyapun sudah tak kuat lagi untuk membuka. Dea tertidur pulas dengan senyum terkembang di bibirnya. Saking pulasnya dia tidak merasakan ketika ada jari-jari yang dengan lembut menggerayangi tubuhnya. Dia baru tersadar ketik rabaan itu berubah menjadi remasan-remasan mesra.
“Sayang, terimakasih ya untuk pestanya tadi”, sebuah suara berbisik lembut di telinganya. Mata Dea segera terbuka. Dia tersenyum sambil memeluk erat tubuh suaminya.
“Itu pantas untuk mas”
“Hadiah istimewa lainnya mana dong”
“Mau?”
“Mau dong. Yang paling istimewa ya”
“Pasti dong”
Salman dan Dea saling berpandangan. Malam itu mereka berdua larut dalam kemesraan yang dalam. Seperti dulu ketika malam pengantin.
Pamulang, 19 April 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar