Selasa, 11 November 2008

CINTA BERSEMI DI GEMBIRA LOKA



Terkadang cinta itu datang tanpa memperdulikan tempat dan waktu. Pada moment apapun, dan dalam suasana seperti apapun, kalau memang memungkinkan maka cinta bisa saja muncul. Inilah kisah cinta yang terjadi pada pasangan yang sedang berbahagia, Mahar dan Dewi. Berawal dari perasaan yang biasa-biasa saja akhirnya berubah menjadi perasaan yang istimewa hanya karena sebuah peristiwa sentimentil. Peristiwa itu berhasil menumbuhkan benih-benih cinta di hati Mahar kepada gadis yang sebenarnya bukanlah sasaran utamanya. Begini ceritanya, karena harus terus menerus memendam perasaan cintanya kepada seorang gadis yang selama ini telah begitu dekat dengannya dan selalu dikaguminya tanpa berani untuk mengungkapkannya, akhirnya si gadis yang tidak menyadari kehadiran cinta di hati Mahar itu menerima cinta seorang pemuda lain. Habis bagaimana si gadis itu tahu kalau Mahar memendam rasa kepadanya kalau sinyalnya saja nggak pernah dikirimkan Mahar kepadanya. Maharpun merasa lelah dan kecewa.
Tentu saja Mahar sangat kecewa dengan keadaan ini. Terlebih-lebih lagi, pemuda yang berhasil menggaet gadis pujaannya itu hanya seorang pemuda brandalan. Tetapi dasar Mahar memang berhati baik, dia tetap berprasangka baik kepada gadis pujaannya ini. Jauh di lubuk hatinya, Mahar membuat kesimpulan sendiri, bahwa si gadis pujaannya ini punya misi yang sangat mulia terhadap pemuda berandalan itu. Pastilah karena si gadis pujaan ini berniat ingin merubah kebiasaan buruk si pemuda brandalan agar menjadi pemuda baik-baik. Maka, demi ingin selalu berada di dekat si gadis pujaan, tak perduli kalau si gadis sudah menjadi milik seseorang, Mahar tetap saja berteman baik dengan gadis pujaannya ini. Sebaliknya si gadis pujaan juga tetap menganggapnya sebagai best friend, bahkan tanpa sungkan-sungkan si gadis pujaan minta diajari beberapa ketrampilan yang dimiliki Mahar. Tentu saja dengan senang hati Mahar menyanggupi keinginan si gadis pujaan. Meski setiap kali berdekatan dengan si gadis pujaan, jantungnya berdegup keras dan sikapnya terlihat sangat grogi. Bahkan Mahar sering mencuri-curi kesempatan untuk mengambil gambar si gadis pujaan ketika si gadis pujaan tengah melakukan aktivitasnya di sekolah. Mahar senang mengkoleksi foto si gadis pujaan di dalam albumnya.
“Tak apalah, meski hanya foto-fotonya yang bisa aku miliki, aku sudah bahagia” bathin Mahar.
Hari demi hari terus berlalu, di antara jeritan hatinya karena kerap melihat si gadis pujaan berdua-duaan dengan si pemuda berandalan, Mahar tetap menguatkan hatinya untuk berhubungan baik dengan si gadis pujaan. Ditambah lagi Mahar melihat bukti-bukti nyata lainnya tentang kebiasaan mulia si gadis pujaan ini, maka bertambahlah cinta dan kekaguman Mahar kepada si gadis pujaan.
Entah, mungkin karena lelah menanti kesempatan yang tak kunjung datang, Mahar akhirnya memutuskan untuk melirik gadis lain. Tapi bukan berarti cintanya untuk si gadis pujaan lantas padam begitu saja. Tidak, Mahar punya prinsip cinta tak selamanya harus memiliki. Karena itu di samping dia mulai melakukan pendekatan kepada gadis lain, perhatian dan hubungan baik dengan si gadis pujaan terus dijaganya. Kedekatannya dengan gadis lain itu disampaikan Mahar kepada si gadis pujaan, dia berharap si gadis pujaan akan memperlihatkan sikap cemburunya manakala mengetahui kalau dirinya sedang dekat dengan seseorang. Tetapi dasar gadis yang baik, si gadis pujaan malah mengucapkan selamat karena akhirnya Mahar memiliki seseorang yang dicintainya. Mahar sedikit kecewa tetapi dia tak bisa menyalahkan sikap si gadis pujaannya itu.
Mahar bukanlah pemuda yang tak bertanggungjawab atas keputusan yang telah dipilihnya. Meski sebenarnya di lubuk hatinya dia tidak benar-benar mencintai kekasihnya, dia terus berusaha untuk menyayangi kekasihnya yang bernama Dewi. Mahar berusaha untuk menjadi seorang kekasih yang baik, penuh perhatian dan kasih sayang kepada kekasihnya. Sampai pada suatu hari, kekasihnya itu meminta Mahar agar mau menemaninya mengambil uang di sebuah bank. Sebagai pemuda yang bertanggungjawab, tentu saja dia tidak menolak permintaan kekasihnya. Berangkatlah Mahar bersama sang kekasih menuju bank. Sebelum berangkat secara jujur Mahar mengatakan kepada kekasihnya kalau dirinya sedang tidak memiliki uang untuk transportasi ke bank. Sang kekasih memaklumi dan mengatakan tidak masalah, bahkan sang kekasih mengajaknya jalan-jalan mengunjungi tempat wisata Gembira Loka. Mahar menyanggupinya.
“Har, nanti kalau kondekturnya teriak loka....loka.....kamu turun ya”, ucap sang kekasih kepada Mahar. Mahar memang belum begitu mengenal Yogya. Dia jarang sekali jalan-jalan berkeliling Yogya. Maklum, uang yang dikirim oleh orang tuanya tidak banyak, hanya ckup untuk makan dan membeli keperluan sehari-harinya saja.
“Oke, pokoknya begitu kondektur bis teriak loka....loka....aku akan turun”, jawab Mahar.
Karena bis penuh oleh penumpang, Mahar dan sang kekasih terpisah. Mahar di bagian depan sementara sang kekasih tergeser ke belakang. Tapi Mahar tidak khawatir karena sudah diberitahu di mana nanti dia harus turun. Rupanya-rupanya sang kekasih lupa memberitahu Mahar kalau pintu masuk ke Gembira Loka itu ada dua dan mereka harus melewati pintu masuk yang kedua. Itu artinya, jika kondektur berteriak loka....loka....yang pertama, maka jangan turun dulu. Barulah setelah si kondektur bis berteriak-teriak loka.....loka....untuk kedua kalinya, maka itulah waktunya untuk turun dari bis.
Seperti yang sudah dibayangkan, begitu kondektur bis berteriak loka....loka.....untuk yang pertama kali, Mahar bergegas turun dari bis. Sementara sang kekasih masih santai-santai di atas bis menunggu sang kondektur berteriak loka....loka....untuk yang kedua kali.
Setelah bis melaju kembali, Mahar menjadi panik karena tak melihat sang kekasih berada di dekatnya. Mahar bertanya-tanya, jangan-jangan sang kekasih tertidur dan tidak mendengar sewaktu sang kondektur berteriak loka.....loka....... Mahar lalu berusaha mengejar bis. Namun karena bisa terus melaju dengan kencang, Mahar akhirnya menghentikan larinya. Mahar bingung dan panik. Di tak tahu bagaimana nanti harus pulang. Karena tak satu rupiahpun uang yang ada di kantongnya. Mahar lalu melirik jam tangan dan sepatunya. Dalam hati dia berkata “biarlah nanti aku menjual jam tangan atau sepatuku untuk ongkos pulang ke kost jika aku tak bisa menemukan Dewi”. Sambil berpikir begitu, Mahar lalu mencari tempat yang agak tinggi untuknya beristirahat sambil menunggu kalau-kalau sang kekasih akan mencarinya. Mahar memang pandai, kepada orang yang ditemuinya dia bertanya, apakah ada pintu lain untuk masuk ke gembira loka selain pintu yang ada di hadapannya itu. Orang tersebut menjawab, bahwa untuk masuk ke gembira loka harus melewati pintu yang ada di sebelah sana, agak jauh dari tempatnya kini berada. Mahar pun lalu berpikir, bahwa mungkin kekasihnya itu turun di pintu sebelah sana.
“Baiklah, aku akan menunggu di tempat ini, aku yakin dia pasti akan mencariku dan menjemputku di sini”, pikirnya sambil duduk.
Benar saja, tak lama kemudian sebuah becak berhenti tak jauh dari tempatnya duduk. Seorang gadis turun dari atas becak dan memanggil-manggil namanya.
“Mahar.....................Mahar.................”, Mahar melihat kekhawatiran dan kepanikan di wajah gadis itu. Seketika Mahar berdiri dan menghambur memeluk gadis itu.
“Mahar, maafin aku ya, aku lupa kasih tahu kamu kalau turunnya di pintu yang sebelah sana”, ucap gadis itu sambil memeluk erat tubuh Mahar.
“Iya, aku cuma menuruti instruksimu. Karena itu, begitu aku mendengar kondektur berteriak loka.....loka......, maka aku segera turun. Aku panik sewaktu tidak melihatmu turun dari bis.
“Aku juga lupa, kenapa tadi aku tidak membekalimu uang ya Mahar. Kalau kamu pegang uang kan kamu bisa pulang sendiri. Untung aku bisa menemukanmu di sini. Sekali lagi maafin aku ya Mahar”
“Tidak apa-apa, kan sekarang kita sudah bersama lagi”
“Kalau begitu, sekarang kita pergi ke pintu sebelah sana ya Mahar, masih mau kan jalan-jalan ke gembira loka?”
“Mau dong”, Mahar lalu menggandeng tangan kekasihnya.
Setelah peristiwa itu, benih-benih cinta di hati Mahar mulai bersemi. Dia melihat ketulusan kekasihnya untuk mencintainya. Karena itu diapun berusaha untuk membalas cinta kekasihnya itu. Namun di matanya tetap saja terbayang sang gadis pujaan. Apapun yang terjadi dia tidak akan mengingkari janjinya untuk terus menyimpan cintanya kepada sang gadis pujaan.
“Dik, apakah kamu benar-benar mencintaiku?”, tanya Mahar kepada sang kekasih di depan kandang yang berisi dua ekor jerapah.
“Iya Mahar, aku cinta sama kamu. Makanya aku begitu panik sewaktu kehilangan dirimu tadi”
“Aku juga mencintaimu dik. Kamu sangat baik kepadaku. Entah bagaimana nasibku tadi kalau kamu nggak mencariku”
“Aku pasti mencarimu Mahar, karena aku tahu kamu nggak punya duit dan aku juga nggak yakin, apakah kamu tahu jalan untuk pulang”
“Terimakasih ya sayang...............”
“Kembali kasih, sayang...............”
Mahar lalu mengecup kening kekasihnya itu sebagai bukti bahwa dia sangat mencintai sang kekasih. Sebaliknya sang kekasih memeluk erat tubuh Mahar, seolah takut terpisah lagi dari Mahar.
“Akhirnya, Gembira Loka menjadi saksi cintaku kepada seorang gadis, kenapa bukan dia, gadis yang selama ini aku puja? Seandainya dia yang saat ini berada di sini bersamaku, betapa bahagianya hatiku”, bathin Mahar dalam hati.
“Mahar...........kamu melamun ya”, tegur sang kekasih. Mahar membalasnya dengan senyum simpul. Maafkan aku dik, aku sedang membayangkan gadis lain, yang telah terlebih dahulu mencuri hatiku. Tapi aku berjanji aku tak akan menyia-nyiakan cintamu”
Mahar pun lalu menggandeng sang kekasih untuk berkeliling gembira loka.

Depok, 15 Oktober 2008

Tidak ada komentar: