Menyesuaikan dengan fungsinya yaitu Short Message Service, sms yang diterima Juminten malam itupun sangat singkat sekali. Hanya berupa tiga tanda tanya yaitu “?....?....?....”. Tetapi tiga tanda tanya yang tertulis di sms itu bisa mewakili banyak pertanyaan yang sebenarnya ingin diajukan oleh sang pengirimnya. Juminten sangat tahu dan paham akan hal itu. Kepergiannya yang secara diam-diam tanpa ada penjelasan dan kabar berita sedikitpun tentu telah mengundang sejuta tanda tanya di hati sang pengirim sms. Apalagi tidak ada peristiwa atau kejadian buruk sebelumnya yang bisa dijadikan sebagai salah satu alasan kepergiannya. Juminten sadar akan hal itu dan dia mengakui jika sikapnya ini memang salah. Ya seharusnya paling tidak dia memberi alasan mengapa dia harus pergi sehingga tidak menimbulkan berbagai tanda tanya dan prasangka di hati sang pengirim sms. Apalagi mereka berdua sangat dekat, tentu kepergiannya yang tanpa kabar berita ini juga membuat sang pengirim sms penasaran dan mungkin juga sedih.
Tiga tanda tanya itu kalau boleh Juminten jabarkan mungkin mewakili tiga pertanyaan besar yaitu kamu di mana?, ada masalah apa?, kenapa pergi tanpa berita?
Juminten menghela nafas panjang. Resah, itulah yang sekarang sedang berkecamuk di dalam pikirannya. Dia kembali melihat isi sms itu, menimbang-nimbang apakah harus membalasnya atau membiarkannya saja. Jika dia membalasnya, maka itu artinya sama saja dia telah mengingkari janjinya sendiri tetapi jika dia tidak membalasnya, itu berarti dia tidak memberi kesempatan kepada sang pengirim sms untuk mengetahui kenapa dirinya tiba-tiba pergi tanpa sebab yang jelas. Dan mungkin saja hal itu akan menimbulkan dampak negatif bagi dirinya. Sang pengirim akan terus membencinya dan selamanya akan menganggap dirinya orang yang tidak setia.
“Biarlah.... aku belum bisa membalas sms ini sekarang. Aku perlu menyusun kata-kata dan kalimat yang baik supaya tidak menimbulkan rasa sedih, marah, kecewa dan benci jika dia membacanya nanti”, pikir Juminten. Bayangan wajah sang pengirim sms itu menari-nari di pelupuk mata Juminten, membuatnya semakin diliputi rasa bersalah karena telah meninggalkannya begitu saja meski sebenarnya dia memiliki alasan yang kuat untuk melakukan itu semua.
Sambil menatap awan kelabu dari depan jendela kamarnya Juminten mulai berpikir bahwa semua yang telah terjadi antara dirinya dengan sang pengirim sms semata-mata adalah karena kesalahan dirinya juga. Coba saja dia tidak mengungkapkan semua perasaan yang dulu pernah dia rasakan kepada sang pengirim sms itu dan tetap menyimpannya secara rapi di dalam hatinya, tentulah tidak akan ada cerita baru dan menciptakan harapan-harapan baru. Bukannya sok munafik, tetapi sungguh dengan tetap berada di dekat sang pengirim sms itu maka sama saja dengan Juminten mengkhianati hati nuraninya. Apa yang sempat terjadi, diakui Juminten sebagai sebuah kekhilafan. Sebagai manusia dia merasa sangat jauh dari kata sempurna tetapi di luar itu semua, Juminten merasa kalau itu bukanlah sifat dia yang sesungguhnya. Tidak ada di dalam kamusnya untuk merusak kebahagiaan orang lain. Tidak pernah dan tidak akan pernah.
Sejak bertahun-tahun yang lalu, kala pertama kali perasaan itu muncul dan terus menghantui hidupnya Juminten telah sadar dan bahkan sangat sadar bahwa di antara dirinya dengan sang pengirim sms terhalang tembok yang sangat tinggi yang tidak mungkin untuk mereka daki atau lalui. Masing-masing mereka sudah memiliki takdir yang kelak akan membawa mereka kepada kehidupannya sendiri-sendiri. Selama bertahun-tahun, semua berjalan harmonis, baik-baik saja dan Juminten ingin mengembalikan keadaan itu seperti semula.
“Ah..... coba saja aku tidak terhanyut oleh suasana romantis saat itu, tentu semua yang tersimpan tidak akan pernah menguap keluar. Selamanya akan tetap tersimpan di sini di dalam dada ini dan akan tetap menjadi rahasia seumur hidupku”, Juminten membatin sambil mendesah lebih dalam lagi.
“Sekarang aku jadi seperti buronan, bersembunyi dari dirinya untuk menghindari agar tidak terjadi hal-hal yang lebih buruk lagi. Untuk menjaga jarak agar perasaan tidak semakin dalam menembus dasar hati dan untuk menyelamatkan kehidupan yang telah aku dan dia jalani selama ini. Aku berharap dia mau mengerti dan memahami mengapa aku harus pergi dan bersembunyi dari dirinya karena sesungguhnya aku tidak yakin pada diriku sendiri apakah aku akan bisa melupakannya jika tidak melakukan cara ini”.
Tiga tanda tanya itu mungkin akan menjadi hantu baru bagi kehidupan Juminten selanjutnya tetapi Juminten percaya lambat laun dia akan terbiasa dengannya sebagaimana dulu diapun bisa bersahabat dengan kenangan yang pernah terbangun bertahun-tahun lamanya.
Dari curhat sahabat................
Sparrstrasse 2, di ujung pagi yang tidak terlalu dingin. 10.11.10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar