Suara lolongan anjing telah membangunkanku pagi ini. Tidak biasanya ada anjing yang melolong seperti ini. Anjing siapakah itu? Mungkin dia kebelet ingin buang air sehingga memaksa pemiliknya untuk keluar di pagi buta dalam suhu yang dingin sepert ini. Kebiasaan di sini para pemilik anjing akan membawa anjingnya berkeliling di pagi hari untuk memberi kesempatan mereka membuang air kecil maupun buang air besar. Karena itu tidak heran jika kita bakal menemukan banyak tai anjing berceceran di sepanjang trotoar yang kita lalui. Namun nanti jika sudah agak siang sedikit, tai-tai anjing itu sudah tidak tampak lagi. Sudah dibersihkan oleh bagian kebersihan kota yang setiap pagi menyapu jalanan dan trotoar dengan menggunakan sebuah mobil yang dilengkapi dengan semacam sapu di sisi kanan kirinya baik di bagian depan, belakang maupun tengah. Kulirik jam yang masih melingkar di pergelangan tanganku, oh baru jam lima pagi. Berapa ya kira-kira suhu hari ini, mengapa terasa dingin sekali. Nyala beberapa lampu dari para penghuni Wohnung yang ada di seberang Wohnungku terlihat dari sela-sela tirai kamarku. Mereka yang sudah bangun mungkin karena harus berangkat bekerja lebih pagi entah disebabkan karena tempat kerjanya yang jauh dan sekarang tentunya tengah mempersiapkan diri. Kunyalakan laptop yang selalu standby di samping tempat tidurku dan kubuka sebuah link yang memuat info tentang suhu dan cuaca di sini. Uhg.... suhu hari ini antara 14 sampai 8 derajat celcius, berawan disertai angin kencang. Bagi penduduk asli tentu suhu seperti ini tidak terlau dingin tapi bagi pendatang seperti ku hm... bisa pakai baju sampai dobel lima deh kalau nanti keluar rumah.
Suara lolongan anjing terdengar lagi. Kali ini suaranya sangat miris dan membuat bulu kudukku berdiri. Ini benar-benar aneh, tidak pernah terjadi sebelumnya selama aku berada di sini. Apa sebenarnya yang telah terjadi di luar sana. Suara lolongan anjing seperti itu mengingatkanku pada sandiwara radio Jawa yang berjudul “Trinil” yang mengisahkan cinta segitiga antara seorang ibu dan anak gadisnya terhadap seorang jejaka. Karena dimakan oleh api cemburu yang teramat sangat lantaran sang jejaka lebih mencintai ibunya, sang anak kemudian membunuh ibunya dengan cara memutilasi tubuh ibunya. Memisahkan bagian kepala dari badannya. Kemudian badan sang ibu dikubur di bawah tempat tidur sang ibu dan kepalanya dihanyutkan ke sungai. Setiap malam terdengar suara sang ibu yang meminta anaknya untuk mengembalikan badannya. Bunyinya seperti ini “ Triniiill..... balekno gembungku nduk...”. Uh aku paling sebel kalau bapak dan ibuku menyetel sandiwara ini. Sang pengelola radiopun sepertinya tidak sensitif terhadap perasaan anak kecil. Mereka sengaja memutarnya di malam hari menjelang sebagian penduduk bersip-siap untuk pergi tidur. Akibatnya aku tidak bisa memejamkan mata karena ketakutan.
“Ma..... susu...”, suara anak bungsuku yang minta diambilkan susu sangat mengagetkanku. Dengan sedikit enggan aku bangkit menuju dapur untuk membuatkannya susu. Setelah menghabiskn susunya diapun kembali mendengkur. Tentu sangat lumayan bagi dia untuk menghabiskan jath tidurnya yang tinggal satu setengah jam lagi karena pukul setengah tujuh dia mesti bangun untuk memperiapkan diri sebelum berangkat sekolah pukul delapan nanti.
Aku membuka sedikit tirai jendelaku. Ah.... masih gelap sekali di luar. Suasananyapun tampak masih lengang. Tak terlihat satu orang pun. Ya... siapa pula yang mau dingin-dingin begini berada di luar, lebih enak melungker di balik selimut tebal bukan? Bulu kudukku kembali merinding. Kututup cepat-cepat tirai jendelaku dan kembali ke tempat tidur. Sambil menunggu jarum jam bergerak ke angka enam, kubuka link facebookku, membaca status-status wall sahabat-sahabat yang berada di tanah air. Tentunya di sana sudah siang saat ini dan mereka tengah sibuk beraktivitas. Duh.. jadi kangen dengan suasana hiruk pikuk di sana. Kemacetan, panas, debu..... atau becek kalau habis hujan... hmm masih bisa kurasakan bau tanah kering yang tertimpa air hujan. Aku kangeen.... tapi mesti bersabar, menunggu beberapa tahun lagi untuk bisa menikmati semua itu.
Akhirnya jarum jam berada di angka enam, saatnya terjun ke dapur, memasak air untuk membuat teh, menghangatkan nasi, membuat lauk untuk sarapan dan mempersiapkan makanan sebagai bekal yang harus dibawa anak-anakku ke sekolah.
Saat sedang asyik di dapur itulah aku mendengar suara jeritan seorang perempuan kemudian diikuti oleh jeritan-jeritan yang lain. Aku mencoba mencari tahu darimana datangnya suara-suara jeritan tadi. Kuintip dari lubang pintu untuk memastikan apa yang tengah terjadi di luar sana.
Oooooooooooooooo...... suara jeritan terdengar lagi. Kali ini aku bisa memastikan jika suara itu berasal dari jalanan yang ada di depan Wohnung. Aku langsung berlari ke arah jendela ruang tamuku yang kebetulan menghadap ke jalanan.
“Apa yang telah terjadi di sini?” suara seorang laki-laki menyeruak dari balik jendelaku. Tepat di dekat kupingku membuatku sedikit berjingkat mundur.
“Lihat.... lihat..... di sana ada harimau besar”, salah seorang perempuan menjawab.
“Harimau?”, tanyaku membathin. Mana mungkin di sini ada harimau yang berkeliaran bebas. Lagi pula kebun binatang kan juga jauh dari sini. Dan lebih tidak mungkin lagi kalau sampai kebun binatang itu kebobolan dengan kaburnya salah satu penghuninya. Karena setahuku pengamanan di sana sangat ketat. Ah..jangan-jangan mereka salah lihat. Mungkin hanya seekor anjing yang memiliki badan sebesar harimau. Atau jangan-jangan memang anjing yang tadi pagi lolongannya kudengar. Aku jadi geli dan tersenyum sendiri. Kulihat beberapa orang mulai berdatangan. Ujung jalan sparrstrasse tampak ramai.
“Ada apa sih ma?” anak sulungku yang sudah bangun bertanya padaku. Rupanya dia juga mendengar kegaduhan yang terjadi di luar.
“Tadi banyak orang menjerit di luar, kata mereka ada harimau”
“Harimau?, ada-ada saja. mana mungkin di sini ada harimau berkeliaran”, sama seperti diriku anak sulungkupun tidak mempercayainya.
“Ya sudah, kalaupun ada pasti sebentar lagi polisi akan mengamankannya. Ayo kita bersiap-siap untuk beraktivitas”, ucapku seraya kembali ke dapur.
Pukul setengah delapan, anak sulungku pamit untuk berangkat ke sekolah. Aku menunggu beberapa saat di depan jendela untuk memastikan tidak terjadi hal-hal yang buruk dengn dirinya ketika melintas di tempat di mana tadi orng-orang mengatakan telah melihat harimau. Di sana sudah tampak sepi. Orang-orng yang tadi berkerumunpun sudah bubar. Berarti semuanya aman. Aku lalu ganti menyiapkan si bungsuku. Tepat pukul delapan aku mengantarnya ke sekolah. Ups...... aku menghentikan langkahku ketika membuka pintu gerbang Wohnung, jantungku rasanya mau copot saat itu juga. Di ujung jalan itu kulihat ada seekor harimau tengah tiduran dengan tenang di antara daun-daun kering yang berserakan menunggu bagian kebersihan datang untuk membersihkannya. Posisinya membelakangi kami. Badannya yang besar dan ekornya yang panjang tampak tak bergerak. Sepertinya tidurnya sangat lelap.
“Adik..... berhenti dulu dik.... ada harimau”, pekikku kecil sambil menarik tangan bungsuku supaya mendekat kepadaku.
“Ihh mama.. itu kan cuma seekor boneka harimau. Lihat tuh..... kupingnya sudah robek”, jawab bungsuku.
“Mosok tho dik... coba ayo kita lihat”, aku lalu menggandeng tangan bungsuku sambil bergerak maju mendekati si boneka harimau.
“E alaah..... ternyata benar apa yang dikatakan oleh si bungsu. Ini hanya sebuah boneka harimau. Mataku yang mulai plus tidak bisa melihat bagian boneka yang telah robek. Bentuknya sangat mirip dengan harimau beneran. Apalagi jika dilihat dari kejauhan. Orang yang melihatnya untuk pertama kali pasti mengira kalau ini harimau sungguhan. Tidak heran jika tadi pagi banyak yang berteriak karena kaget.
“Ha....ha...... mama ketipu”, ledek si bungsu kepadaku.
“Iya nih, adik lebih pintar dari mama”, jawabku sambil mengajaknya meneruskan perjalanan.
Catatan:
Wohnung : tempat tinggal/apartemen
Sprarrstrasse : nama sebuah jalan
Sparrstrasse 2, 9 Oktober 2010 dari balik selimut dingin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar